ITS Mengajar - Goes To mandangin island, Madura, East java

7 Hari di Pulau Mandangin
Bulan agustus adalah bulan dengan momen kemerdekaan Indonesia. Momen kemerdekaan ini semestinya kita lakukan dengan acara-acara yang menarik, seperti lomba-lomba, cangkruk bareng, travelling, atau hiking di puncak gunung tertentu. Berbagai momen istimewa tadi sering kita lakukan, namun akan terasa berbeda apabila kita lakukan di tempat yang jauh, jauh dari lingkungan kita sehari-hari, jauh dari kondisi yang sering kita alami dan sebagainya. Itulah yang saya alami ketika saya melakukan perjalanan, atau lebih tepatnya lagi ekspedisi pengabdian pendidikan di pulau Mandangin, Madura, Jawa Timur.
Sebelumnya, saya akan bercerita sedikit tentang pulau Mandangin. Pulau ini terletak di sebelah selatan kabupaten Sampang (Madura) dengan luas wilayah(koreksi) kurang lebihnya seperti lokasi ITS sekarang. Dikelilingi oleh perairan selat Madura, pulau ini belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia sendiri.


Sebutan pulau kambing, kerap menjadi acuan orang-orang awam yang belum mengerti tentang identitas pulau ini. Ironis, pulau tersebut belum masuk dalam cangkupan peta APBN (koreksi) Indonesia. Namun, apabila kawan-kawan lihat di peta, maka dapat anda jumpai bahwa pulau ini bernama pulau kambing. Mengapa disebut dengan pulau kambing ? Alkisah cerita di pulau Mandangin terdapat banyak kambing. Kambing-kambing tersebut kerap dijumpai hampir setiap jalan. Semakin menjelang malam, kambing-kambing ini semakin banyak dan kerap kali menutupi jalan . Oh iya, masyrakat disana ada juga yang memelihara kambing namun tidak semua kambing menjadi peliharaan. Hal ini disebabkan kondisi fisik kambing yang gemuk perutnya namun kurus kakinya. Penjelasan itu akan saya sampaikan pada paragraph berikutnya.


Oke, kita kembali ke ekspedisi saya. Saya dan teman-teman saya (rombongan ITS Mengajar) pergi pada hari rabu (13/08) pukul 09.30 WIB. Dengan menyewa 2 truck TNI, kami berangkat dengan waktu perjalanan ke Sampang selama kurang lebih 2 jam. Melewati jembatan Suramadu, pemandangan ini mengingatkan kita akan “kokohnya pembangunan nasional”. Jembatan ini menjadi penghubung antar Surabaya dan pulau Madura dalam hal ekonomi dan sosial.
Setiba di pelabuhan cangklong(sampang, red) (koreksi), pukul 11.15 WIB kami harus menunggu dulu kapal motor. Kapal motor untuk ke pulau Mandangin tiba pada pukul 12. 30 WIB. Perbedaan waktu di sampang dengan Surabaya adalah 30 menit. Penamaan jam ini disebut dengan istiwat(koreksi) . Adzan dhuzur disini lebih awal daripada Surabaya sehingga kami langsung bergegas ke Masjid terdekat untuk menunaikan ibadah sholat dhuhur.
Bahtera laut kami telah tiba. Barang-barang segera kami angkut termasuk satu sepeda motor milik Mas Nur. Kapal berangkat. Saat lepas, kami sempat takut akan ombak yang besar. Sempat terjadi dua sampai empat kali ombak besar menerjang kapal kami. Alhamdulillah, ombak setelah itu menjadi tenang dan setelah 2 jam perjalanan, akhirnya kami tiba di pulau Mandangin.
Tujuan pertama kami setelah tiba di pulau adalah menuju balai desa. Balai desa ini terletak di tengah –tengah pulau. Dari pelabuhan kami berjalan kaki selama kurang lebih 20 menit dan dengan jarak kurang lebih 3-4 km. Saya sempat lupa jalan menuju balai desa. Sehingga saya lebih dulu mampir ke SDN 9 P.Mandangin. Wah, tak sangka saya dan teman-teman saya langsung disambut bak artis papan atas Indonesia. “Bapak datang . . bapak guru datang. .”, celoteh seorang anak. Saya baru ingat, bahwa sebutan “Bapak” disini itu lebih tinggi dari kakak ataupun guru, istilahnya kalau dalam bahasa Jawa itu yang lebih tua atau yang lebih dihormati.

Mengajarkan music folk kepada anak-anak Mandangin

Welcome party di SDN 9 Mandangin, harus dicukupkan. Panggilan dari koor kami bahwa harus menuju balai desa secepatnya. Maklum, resources disana kurang sehingga kami dipanggil untuk bantu-bantu, memasang banner, bersih-bersih, persiapan-persiapan acara dan lain-lain. Nah, disini ini yang membuat saya sedikit lelah (maklum, pada saat itu belum terbiasa) karena jarak dari SDN 9 ke balai desa cukup jauh (kalau belum terbiasa, hehe). Endurance kita disini benar-benar dilatih. Ditengah perjalanan, saya dijemput oleh seorang pemuda mandangin, “Mas, mau ke balai desa?” sahutnya. “Ya, mas. “. “Ayo mas, saya antarkan”. Begitulah , saat dewi fortuna datang, saya sedikit lega karena ada angkutan.


Inilah balai desa. Tempat kami, para panitia akan tinggal selama 6 hari 5 malam. Sebagai tamu, kami wajib membuka acara dengan sambutan-sambutan. Salah satu teman kami yang juga menjabat sebagai direktur BSO IECC, Mas Okki Anugrah, menjadi first speech pada acara pembukaan ini dan tak lupa, mbak Niqma juga menjadi pembawa acaranya. Dengan kretifitas bicara yang kreatif, mereka seolah-olah mampu menghipnotis anak-anak mandangin. Hingga larut malam, anak-anak ini belum mau pulang juga. Sampai-sampai mereka tidur bersama kami di balai desa. Derema’ cong?




Komentar